PROSEDUR PELAYANAN FARMASI
PROSEDUR
PELAYANAN FARMASI
Pengertian
Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi
klinik.
Pelayanan
Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah,
dan menyelesaikan masalah terkait Obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan
peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari
paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi
paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan
filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).
Dalam
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dinyatakan bahwa Rumah
Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya
manusia, kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan kefarmasian harus menjamin
ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
bermutu, bermanfaat, aman, dan terjangkau. Selanjutnya dinyatakan bahwa
pelayanan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit harus mengikuti Standar Pelayanan
Kefarmasian yang selanjutnya diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri
Kesehatan.
Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian juga dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktek kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan Standar Pelayanan
Kefarmasian yang diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
Berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tersebut dan perkembangan konsep Pelayanan Kefarmasian,
perlu ditetapkan suatu Standar Pelayanan Kefarmasian dengan Peraturan Menteri
Kesehatan, sekaligus meninjau kembali Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan
di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut di
perjelaskan dalam keputusan Menteri kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi
rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan
obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klink, yang terjangkau bagi semua
lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua barang
farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut.
Tujuan Pelayanan Farmasi
Tujuan
pelayanan kefarmasian adalah menyediakan dan
memberikan sediaan farmasi dan alat kesehatan serta informasi
terkait agar masyarakat mendapatkan manfaatnya yang terbaik.
Pelayanan kefarmasian yang menyeluruh meliputi aktivitas promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif kepada masyarakat. Untuk memperoleh manfaat terapi obat yang maksimal dan mencegah efek yang tidak diinginkan, maka diperlukan penjaminan mutu proses penggunaan obat . Hal ini menjadikan apoteker harus ikut bertanggung jawab bersama-sama dengan profesi kesehatan lainnya dan pasien, untuk tercapainya tujuan terapi yaitu penggunaan obat yang rasional.
Pelayanan kefarmasian yang menyeluruh meliputi aktivitas promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif kepada masyarakat. Untuk memperoleh manfaat terapi obat yang maksimal dan mencegah efek yang tidak diinginkan, maka diperlukan penjaminan mutu proses penggunaan obat . Hal ini menjadikan apoteker harus ikut bertanggung jawab bersama-sama dengan profesi kesehatan lainnya dan pasien, untuk tercapainya tujuan terapi yaitu penggunaan obat yang rasional.
Dalam
rangka mencapai tujuan pelayanan kefarmasian
tersebut maka diperlukan pedoman bagi Apoteker dan pihak lain yang
terkait. Pedoman tersebut dituliskan dalam bentuk Cara Pelayanan
Kefarmasian yang Baik (Good Pharmacy Practice) sebagai perangkat untuk
memastikan Apoteker dalam memberikan setiap pelayanan kepada pasien agar
memenuhi standar mutu dan merupakan cara untuk menerapkan
Pharmaceutical Care. Komitmen untuk memberikan
pelayanan sebaik mungkin untuk kepentingan masyarakat
harus terus diupayakan dan ditingkatkan oleh
Apoteker baik di Apotek, Puskesmas, Klinik maupun Rumah sakit.
Adapun tujuan pelayan farmasi di
rumah sakit menurut keputusan menteri kesehatan adalah sebagai berikut :
1) Melangsungkan pelayana farmasi yang
optimal baik dalam keadaan biasa maupun keadaan gawat darurat, sesuai dengan
keadaaan pasien maupun fasilitas yang tersedia.
2)
Menyelenggarakan
kegiatan pelayanan professional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik
profesi.
3)
Melaksanakan
KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat.
4)
Menjalankan
pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
5)
Melakukan
dan memberik pelayanan bermutu melalui analisa, telaahdan evaluasi pelayanan.
6)
Mengawasi
dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi pelayanan.
7) Mengadakan penelitian di bidang farmasi
dan peningkatan metode.
Fungsi Pelayanan Farmasi
1) Pengelolaan perbekalan farmasi
2)
Memilih
perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit
3)
Merencanakan
kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
4)
Mengadakan
perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai
ketentuan yang berlaku
5) Memproduksi perbekalan farmasi untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit
Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotik
A. Pengelolaan
Sumber daya mencakup :
1. Pengelolaan
Sumber Daya Manusia,
Sesuai
ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang :
a) Profesional
b) Memiliki
kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik,
c) Mengambil
keputusan yang tepat,
d) Mampu
berkomunikasi antar profesi,
e) Menempatkan
diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner,
f) Kemampuan
mengelola SDM secara efektif,
g) Selalu
belajar sepanjang karier dan
h) Membantu
2. Sarana
Prasarana,
a) Berlokasi
strategis.
b) Pada
halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek.
c) Apotek
harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota
masyarakat.
d) Pelayanan
produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan
dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan
kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan.
e) Masyarakat
harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh
informasi dan konseling.
f) Lingkungan
apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat,
serangga.
g) Apotek
memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.
Apotek harus memiliki:
a) Ruang
tunggu yang nyaman bagi pasien.
b) Tempat
untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi
informasi.
c) Ruangan
tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi
serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
d) Ruang
racikan.
e) Tempat
pencucian alat.
Disamping itu perabotan apotek harus
tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain
yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang
berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah
ditetapkan.
3. Sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan lain
Pengelolaan
persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang
berlaku meliputi:
a) Perencanaan,
Dalam membuat perencanaan pengadaan
sediaan farmasi perlu diperhatikan :
a. Pola
penyakit.
b. Kemampuan
masyarakat.
c. Budaya
masyarakat
b) Pengadaan,
Untuk menjamin kualitas pelayanan
kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai
peraturan perundangundangan yang berlaku.
c) Penyimpanan
a. Obat/bahan
obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau
darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya
kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah
sekurangkurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
b. Semua
bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin
kestabilan bahan
d) Pelayanan.
Pengeluaran obat memakai sistim FIFO (first in first out) dan FEFO (first
expire first out)
4. Administrasi
Dalam menjalankan pelayanan
kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi:
a) Administrasi
Umum : Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan
dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b) Administrasi
Pelayanan : Pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien,
pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat
B. Pelayanan mencakup :
1.
Pelayanan resep,
a)
Skrining Resep
Apoteker
melakukan skrining resep meliputi :
1)
Persyaratan Administratif :
·
Nama, SIP dan alamat dokter
·
Tanggal penulisan resep
·
Tanda tangan/paraf dokter penulis
resep
·
Nama, alamat, umur, jenis kelamin
dan berat badan pasien
·
Cara pemakaian yang jelas
·
Informasi lainnya
2)
Kesesuaian farmasetik :
Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian
3)
Pertimbangan klinis :
Adanya alergi, efek samping,
interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain).
Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada
dokter penulis resep dengan memberikanpertimbangan dan alternatif seperlunya bila
perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
b)
Penyiapan obat
1)
Peracikan.
Merupakan kegiatan menyiapkan
menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam
melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan
memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat.
2) Pemberian
Etiket
Penulisan etiket harus jelas dan
dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok
sehingga terjaga kualitasnya.
3)
Penyerahan Obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien
harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep.
Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan
konseling kepada pasien.
4)
Informasi Obat
Apoteker harus memberikan informasi
yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana,
dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi:
· Cara
pemakaian obat,
· Cara
penyimpanan obat,
· Jangka
waktu pengobatan,
· Aktivitas
serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
5)
Konseling.
Apoteker harus memberikan konseling,
mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga
dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit
tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC,asma dan penyakit kronis
lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
6)
Monitoring Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada
pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk
pasien tertentu seperti kardiovasku-lar, diabetes, TBC, asma, dan penyakit
kronis lainnya
2.
Edukasi dan promosi
Dalam rangka pemberdayaan
masyarakat, apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin
mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan
obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi
dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan
penyebaran leaflet /brosur, poster, penyuluhan, dan lain lainnya.
3. Pelayanan
Residensial (Home Care).
Apoteker sebagai care giver
diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan
rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit
kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa
catatan pengobatan (medication record).
Sumber Referensi
[Sumber : Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004]
Komentar
Posting Komentar